Panduan Lengkap Surat Perjanjian Suami Selingkuh: Contoh & Tips Penting!
Situasi perselingkuhan dalam rumah tangga adalah salah satu badai terberat yang bisa dihadapi pasangan suami istri. Ketika perselingkuhan terjadi, kepercayaan hancur lebur, dan fondasi pernikahan berguncang hebat. Di tengah kekacauan emosi ini, beberapa pasangan yang memutuskan untuk mencoba memperbaiki hubungan seringkali mencari cara untuk membangun kembali kepercayaan dan menetapkan batasan yang jelas demi masa depan. Salah satu cara yang kadang dipertimbangkan adalah dengan membuat surat perjanjian setelah kejadian selingkuh.
Surat perjanjian ini bukanlah dokumen hukum yang ketat seperti layaknya perjanjian jual beli atau kontrak kerja, terutama terkait dengan urusan hati dan perilaku pribadi. Namun, bagi sebagian pasangan, dokumen ini berfungsi sebagai alat untuk mendokumentasikan komitmen, pengakuan kesalahan, dan kesepakatan-kesepakatan yang dibuat bersama dalam upaya rekonsiliasi. Tujuannya adalah memberikan kejelasan, akuntabilitas, dan harapan bagi kedua belah pihak yang ingin melanjutkan bahtera rumah tangga.
Apa Itu Surat Perjanjian Setelah Selingkuh?¶
Surat perjanjian setelah suami selingkuh adalah sebuah dokumen tertulis yang dibuat oleh pasangan (suami dan istri) setelah terjadi insiden perselingkuhan. Isinya mencakup pengakuan suami atas perbuatannya, permintaan maaf, komitmen untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut, serta poin-poin kesepakatan lain yang relevan untuk pemulihan hubungan. Dokumen ini bersifat personal dan biasanya dibuat berdasarkan inisiatif pasangan itu sendiri.
Fungsi utamanya adalah sebagai pengingat tertulis bagi kedua belah pihak mengenai apa yang telah disepakati bersama dalam proses perbaikan hubungan. Bagi istri, dokumen ini bisa menjadi bentuk validasi atas perasaannya dan jaminan (meskipun non-hukum secara kaku) bahwa suami serius ingin berubah. Bagi suami, ini adalah manifestasi tertulis dari penyesalan dan kesungguhannya untuk memperbaiki kesalahan dan mengembalikan kepercayaan.
Image just for illustration
Mengapa Surat Perjanjian Penting (Bagi Beberapa Pasangan)?¶
Keputusan untuk membuat surat perjanjian tentu bukan hal yang mudah dan tidak relevan untuk semua pasangan. Namun, bagi mereka yang memilih jalan ini, ada beberapa alasan mengapa dokumen ini dirasa penting:
Memberikan Kejelasan dan Batasan¶
Dalam situasi pasca-perselingkuhan, emosi seringkali campur aduk dan komunikasi bisa menjadi sulit. Surat perjanjian membantu merumuskan poin-poin penting secara eksplisit, seperti apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta harapan masing-masing pihak terhadap proses pemulihan. Ini menciptakan kerangka kerja yang jelas di tengah ketidakpastian.
Mendokumentasikan Komitmen¶
Menyatakan komitmen secara lisan itu baik, tetapi menuliskannya di atas kertas dan ditandatangani dapat memberikan bobot tambahan secara psikologis. Ini menjadi bukti fisik bahwa ada kesepakatan serius untuk bekerja keras memperbaiki pernikahan. Bagi pihak yang disakiti, ini bisa menjadi pegangan bahwa pasangannya benar-benar berjanji untuk berubah.
Alat Akuntabilitas¶
Dengan adanya poin-poin kesepakatan tertulis, pasangan memiliki referensi untuk saling mengingatkan jika ada yang melanggar atau lupa akan janji-janji yang telah dibuat. Ini bisa menjadi dasar untuk diskusi yang produktif, meskipun harus dilakukan dengan bijak agar tidak menjadi alat untuk saling menyalahkan atau menghukum terus-menerus.
Potensi Pengaruh dalam Proses Hukum (Namun Terbatas)¶
Penting dicatat bahwa di Indonesia, surat perjanjian personal seperti ini, terutama yang menyangkut perilaku pribadi, umumnya tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat seperti perjanjian bisnis. Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri (tergantung agama) yang menangani perceraian akan lebih fokus pada bukti-bukti perselingkuhan itu sendiri dan dampaknya terhadap keharmonisan rumah tangga serta hak asuh anak atau pembagian harta gono-gini. Namun, kadang-kadang, dokumen ini bisa menjadi salah satu bukti pendukung yang menunjukkan adanya upaya rekonsiliasi, pengakuan kesalahan, atau bahkan dasar kesepakatan tertentu terkait konsekuensi jika perselingkuhan terulang, jika disepakati dan dirumuskan dengan bantuan hukum (misalnya sebagai bagian dari perjanjian pranikah/pascaperkawinan atau dimasukkan dalam gugatan/jawaban perceraian). Tapi jangan menggantungkan harapan bahwa dokumen ini otomatis bisa “menjebloskan” pasangan ke penjara atau memaksanya membayar denda besar hanya karena selingkuh lagi, kecuali jika poin tersebut dirumuskan dengan cermat bersama pengacara dan memiliki dasar hukum yang kuat terkait konsekuensi finansial atau terkait anak.
Komponen Kunci dalam Surat Perjanjian¶
Surat perjanjian yang dibuat setelah perselingkuhan biasanya memuat beberapa bagian penting. Susunan dan rinciannya bisa bervariasi tergantung kebutuhan dan kesepakatan pasangan, tetapi komponen dasarnya meliputi:
- Judul: Menyatakan jenis dokumen, misalnya “Surat Perjanjian Pernikahan” atau “Kesepakatan Bersama Pasca Insiden”.
- Identitas Pihak: Menyebutkan nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, alamat, serta status pernikahan kedua belah pihak (Suami dan Istri).
- Latar Belakang/Mukadimah: Bagian ini menjelaskan mengapa surat perjanjian ini dibuat. Biasanya mencakup pengakuan suami atas perbuatan selingkuh yang telah dilakukan, tanggal atau periode kejadian (jika relevan), dan dampaknya terhadap pernikahan.
- Pengakuan dan Penyesalan: Suami secara jelas dan tulus mengakui kesalahannya dan menyatakan penyesalan yang mendalam. Ini adalah bagian krusial untuk memulai proses penyembuhan.
- Pernyataan dan Komitmen: Suami menyatakan komitmen penuh untuk mengakhiri hubungan terlarang tersebut (jika masih berlangsung) dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan serupa di masa depan.
- Poin-Poin Kesepakatan: Ini adalah inti dari perjanjian, berisi daftar detail mengenai apa saja yang disepakati kedua belah pihak untuk dilakukan dalam rangka memperbaiki hubungan dan membangun kembali kepercayaan. Contohnya:
- Komitmen untuk transparansi dalam komunikasi (misalnya, saling terbuka soal keberadaan, aktivitas).
- Komitmen untuk menjalani terapi pasangan (konseling) secara rutin.
- Penetapan batasan yang jelas (misalnya, tidak menghubungi mantan selingkuhan, tidak pergi ke tempat-tempat tertentu sendirian, berbagi akses ke ponsel/media sosial - poin ini sensitif dan perlu dibahas matang).
- Komitmen untuk meningkatkan kualitas waktu bersama pasangan.
- Kesepakatan terkait pengelolaan keuangan, jika perselingkuhan melibatkan pengeluaran besar.
- Kesepakatan mengenai konsekuensi jika perjanjian dilanggar lagi (misalnya, proses perceraian akan dilanjutkan tanpa perlawanan, kesepakatan spesifik mengenai hak asuh anak atau pembagian harta - poin ini sangat perlu konsultasi hukum agar bisa memiliki kekuatan hukum).
- Jangka Waktu (Opsional): Kadang, perjanjian ini dibuat untuk jangka waktu tertentu, misalnya satu tahun, di mana setelah itu akan dievaluasi kembali. Namun, seringkali perjanjian ini dibuat berlaku seterusnya.
- Pernyataan Penutup: Menyatakan bahwa perjanjian ini dibuat dengan sadar, tanpa paksaan dari pihak manapun, dan akan dijadikan pegangan oleh kedua belah pihak.
- Tempat dan Tanggal Pembuatan: Menunjukkan kapan dokumen ini ditandatangani.
- Tanda Tangan: Suami dan Istri wajib menandatangani di atas meterai (jika ingin dokumen ini memiliki kekuatan pembuktian di pengadilan jika suatu saat diperlukan, meskipun bukan jaminan kekuatan hukum atas klausul personal).
- Saksi (Opsional): Keberadaan saksi (misalnya anggota keluarga dekat yang dipercaya, pemuka agama, atau bahkan pengacara) dapat menambah bobot moral dan pembuktian atas penandatanganan dokumen tersebut, meskipun tidak selalu wajib.
Contoh Draft Surat Perjanjian (Ilustrasi)¶
PENTING: Contoh ini hanya bersifat ilustrasi dan BUKAN merupakan nasihat hukum. Situasi setiap pasangan berbeda, dan kekuatan hukum dari surat perjanjian personal sangat terbatas, terutama di Indonesia. Sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan pengacara atau konsultan hukum jika Anda berencana membuat dokumen ini, terutama jika menyertakan klausul mengenai konsekuensi hukum, finansial, atau anak.
SURAT PERJANJIAN REKONSILIASI DAN KOMITMEN PERNIKAHAN
Nomor: [Nomor Dokumen, jika ada, atau dikosongkan]
Yang bertanda tangan di bawah ini:
PIHAK PERTAMA (Suami):
Nama Lengkap : [Nama Lengkap Suami]
Nomor KTP : [Nomor KTP Suami]
Tempat/Tanggal Lahir: [Tempat/Tanggal Lahir Suami]
Alamat : [Alamat Lengkap Sesuai KTP]
Pekerjaan : [Pekerjaan Suami]
Selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.
PIHAK KEDUA (Istri):
Nama Lengkap : [Nama Lengkap Istri]
Nomor KTP : [Nomor KTP Istri]
Tempat/Tanggal Lahir: [Tempat/Tanggal Lahir Istri]
Alamat : [Alamat Lengkap Sesuai KTP]
Pekerjaan : [Pekerjaan Istri]
Selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.
PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA adalah pasangan suami istri yang sah berdasarkan Hukum Negara Republik Indonesia dengan Kutipan Akta Nikah Nomor [Nomor Akta Nikah] yang dikeluarkan oleh [Nama Instansi yang Mengeluarkan, contoh: KUA Kecamatan X] pada tanggal [Tanggal Akta Nikah].
Dengan ini menyatakan bahwa kami telah sepakat dan berjanji satu sama lain untuk hal-hal sebagai berikut, dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan keutuhan rumah tangga kami setelah terjadinya insiden yang sangat melukai PIHAK KEDUA:
LATAR BELAKANG DAN PENGAKUAN:
- Bahwa, PIHAK PERTAMA dengan ini mengakui dan membenarkan bahwa PIHAK PERTAMA telah melakukan perbuatan perselingkuhan dengan [Sebutkan secara umum/spesifik jika disepakati, contoh: wanita lain/pria lain] pada periode sekitar tanggal [Tanggal Mulai Kejadian] hingga [Tanggal Akhir Kejadian atau Hingga Terungkap].
- Bahwa, perbuatan PIHAK PERTAMA tersebut telah menyebabkan luka batin, kekecewaan mendalam, dan rusaknya kepercayaan yang signifikan pada diri PIHAK KEDUA.
- Bahwa, PIHAK PERTAMA sungguh-sungguh menyesali perbuatannya dan memohon maaf setulus-tulusnya kepada PIHAK KEDUA atas kesalahan tersebut.
- Bahwa, PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA, setelah melalui diskusi dan pertimbangan yang matang, memutuskan untuk mencoba memperbaiki dan mempertahankan ikatan pernikahan ini demi [Sebutkan alasannya, contoh: keutuhan keluarga, masa depan anak-anak, cinta yang masih ada].
PERNYATAAN DAN KOMITMEN PIHAK PERTAMA:
- PIHAK PERTAMA menyatakan dengan tegas bahwa PIHAK PERTAMA telah mengakhiri seluruh bentuk komunikasi dan hubungan dengan [Sebutkan secara umum/spesifik jika disepakati, contoh: pihak ketiga yang terlibat] dan berjanji untuk tidak pernah lagi menjalin hubungan serupa dalam bentuk apapun di masa mendatang.
- PIHAK PERTAMA berjanji akan bersikap jujur, terbuka (transparan), dan akuntabel kepada PIHAK KEDUA mengenai segala aktivitas dan komunikasi PIHAK PERTAMA, terutama yang terkait dengan keberadaan dan interaksi sosial.
- PIHAK PERTAMA berkomitmen penuh untuk aktif berpartisipasi dalam proses pemulihan kepercayaan dan keharmonisan rumah tangga, termasuk dengan menjalani [Sebutkan, contoh: konseling pernikahan/terapi pasangan] secara rutin sesuai jadwal yang disepakati.
POIN-POIN KESEPAKATAN BERSAMA:
- Kedua belah pihak sepakat untuk menjalani [Sebutkan, contoh: sesi konseling pernikahan/terapi pasangan] dengan profesional yang kompeten setidaknya [Jumlah] kali setiap [Periode, contoh: bulan] selama [Jangka waktu, contoh: satu tahun pertama] sejak perjanjian ini ditandatangani.
- PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas waktu bersama sebagai pasangan dan keluarga.
- PIHAK PERTAMA bersedia untuk [Sebutkan poin spesifik yang disepakati, contoh: memberikan akses terbuka pada ponsel dan akun media sosial kepada PIHAK KEDUA] sebagai bagian dari proses membangun kembali kepercayaan. (Catatan: Poin ini sensitif dan harus disepakati bersama dengan penuh kesadaran, tidak boleh menjadi alat kontrol paksaan).*
- PIHAK PERTAMA berkomitmen untuk tidak lagi [Sebutkan perbuatan spesifik yang dilarang, contoh: pergi ke tempat hiburan malam tanpa PIHAK KEDUA/berinteraksi secara pribadi dengan mantan selingkuhan dalam bentuk apapun].
- Kedua belah pihak sepakat untuk [Sebutkan kesepakatan lain, contoh: mengelola keuangan secara lebih transparan].
- Konsekuensi Pelanggaran: Apabila PIHAK PERTAMA melanggar perjanjian ini di kemudian hari dengan kembali melakukan perselingkuhan atau melanggar poin-poin kesepakatan utama lainnya, maka:
- PIHAK PERTAMA bersedia [Sebutkan konsekuensi non-hukum, contoh: menyerahkan seluruh pengelolaan keuangan kepada PIHAK KEDUA].
- PIHAK PERTAMA tidak akan menghalangi proses gugatan perceraian yang diajukan oleh PIHAK KEDUA.
- [Sebutkan konsekuensi spesifik terkait hak asuh anak atau pembagian harta Gono-Gini jika disepakati dan telah dikonsultasikan dengan pengacara untuk potensi kekuatan hukumnya. Contoh: PIHAK PERTAMA bersedia hak asuh anak sepenuhnya jatuh kepada PIHAK KEDUA dan menanggung seluruh biaya hidup anak hingga mandiri, atau PIHAK PERTAMA bersedia harta gono-gini dibagi dengan porsi yang lebih besar untuk PIHAK KEDUA. Sekali lagi, konsultasikan dengan pengacara untuk poin-poin ini agar memiliki potensi kekuatan hukum].
PENUTUP:
Surat Perjanjian ini dibuat dengan sadar, tanpa paksaan, dan dalam keadaan sehat jasmani serta rohani dari kedua belah pihak. Perjanjian ini menjadi pedoman bagi PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA dalam menjalani proses rekonsiliasi dan membangun kembali rumah tangga.
Apabila di kemudian hari timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian ini, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan secara kekeluargaan melalui musyawarah mufakat. Jika musyawarah tidak mencapai kesepakatan, maka akan diselesaikan melalui jalur hukum yang berlaku di wilayah Republik Indonesia.
Demikian Surat Perjanjian ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Dibuat di : [Kota]
Pada Tanggal : [Tanggal Pembuatan]
PIHAK PERTAMA (Suami) | PIHAK KEDUA (Istri) |
---|---|
[Materai Rp 10.000] | [Materai Rp 10.000] |
[Tanda Tangan Suami] | [Tanda Tangan Istri] |
[Nama Lengkap Suami] | [Nama Lengkap Istri] |
SAKSI-SAKSI (Opsional):
- [Nama Lengkap Saksi 1] ([Tanda Tangan Saksi 1]) - [Hubungan dengan Pasangan, contoh: Orang Tua/Konselor]
- [Nama Lengkap Saksi 2] ([Tanda Tangan Saksi 2]) - [Hubungan dengan Pasangan, contoh: Sahabat/Pengacara]
PENTING: Ingat, contoh ini adalah ilustrasi dan perlu disesuaikan dengan kondisi spesifik Anda. JANGAN menganggap dokumen ini sebagai pengganti nasihat hukum profesional. Poin-poin mengenai konsekuensi, terutama yang terkait hukum atau finansial signifikan, harus dirumuskan dengan bantuan pengacara agar memiliki peluang untuk dapat ditegakkan di pengadilan.
Fakta dan Pertimbangan Penting Lainnya¶
Membuat surat perjanjian setelah perselingkuhan adalah langkah yang besar dan memerlukan pertimbangan matang. Ada beberapa fakta dan pertimbangan penting yang perlu Anda ketahui:
Kekuatan Hukum Surat Perjanjian Personal¶
Seperti disebutkan sebelumnya, di Indonesia, perjanjian personal mengenai perilaku moral atau janji setia dalam pernikahan umumnya tidak bisa serta merta “dieksekusi” secara hukum murni seperti kontrak bisnis. Pengadilan tidak bisa memaksa seseorang untuk setia atau memenjarakannya hanya karena melanggar janji dalam surat perjanjian semacam ini. Namun, dokumen ini bisa menjadi bukti dalam proses perceraian. Pengakuan perselingkuhan yang tertulis dapat memperkuat alasan gugatan cerai yang diajukan oleh pihak yang disakiti. Klausul terkait pembagian harta atau hak asuh anak bisa dipertimbangkan oleh hakim jika dirumuskan dengan jelas dan tidak bertentangan dengan undang-undang atau kepatutan, terutama jika dirancang atau ditinjau oleh pengacara.
Peran Emosi dan Psikologis¶
Terlepas dari aspek hukum, kekuatan terbesar dari surat perjanjian ini seringkali ada pada aspek psikologis dan emosional. Proses menyusun perjanjian ini memaksa kedua belah pihak untuk duduk bersama, mengakui kenyataan pahit, menyatakan keinginan, dan berkomitmen secara eksplisit. Menuliskan janji dan konsekuensi bisa menjadi motivasi dan pengingat yang kuat bagi suami untuk berubah, dan memberikan rasa aman (meskipun rapuh) bagi istri bahwa usahanya memperbaiki hubungan dihargai.
Bukan Pengganti Terapi atau Konseling¶
Surat perjanjian hanyalah satu alat dalam proses pemulihan. Dokumen ini tidak akan menyelesaikan masalah mendasar yang mungkin menyebabkan perselingkuhan terjadi atau menyembuhkan luka emosional. Terapi pasangan dengan konselor profesional sangat disarankan, bahkan mungkin lebih penting daripada surat perjanjian itu sendiri. Terapis dapat membantu pasangan menggali akar masalah, belajar komunikasi yang efektif, membangun kembali kepercayaan langkah demi langkah, dan memproses trauma akibat perselingkuhan.
Membutuhkan Komitmen dari Kedua Pihak¶
Keberhasilan surat perjanjian ini sangat bergantung pada niat baik dan komitmen kedua belah pihak untuk mematuhinya dan bekerja keras demi pernikahan. Jika salah satu pihak tidak tulus atau merasa terpaksa, dokumen ini hanya akan menjadi secarik kertas tanpa makna. Perbaikan hubungan pasca-perselingkuhan adalah maraton, bukan sprint, yang membutuhkan usaha konsisten dari suami dan istri.
Tips Menyusun Surat Perjanjian¶
Jika Anda dan pasangan memutuskan untuk membuat surat perjanjian ini, berikut beberapa tips agar prosesnya berjalan lebih baik:
- Lakukan Saat Tenang: Jangan menyusun dokumen ini di tengah emosi yang masih memuncak. Tunggu hingga kedua belah pihak sudah lebih tenang dan bisa berpikir jernih.
- Bahas Bersama: Susun perjanjian ini bersama-sama. Kedua belah pihak harus aktif berkontribusi dalam menentukan poin-poin kesepakatan, bukan hanya salah satu pihak mendikte.
- Jujur dan Spesifik: Akui kesalahan dan nyatakan komitmen dengan jujur. Buat poin kesepakatan sejelas mungkin dan hindari bahasa yang ambigu. Misalnya, daripada “akan berubah”, lebih baik “akan mengikuti konseling setiap minggu” atau “tidak akan berkomunikasi dengan mantan selingkuhan dalam bentuk apapun”.
- Fokus pada Masa Depan: Meskipun berangkat dari kesalahan masa lalu, fokus utama perjanjian ini seharusnya adalah komitmen dan langkah konkret untuk membangun masa depan yang lebih baik.
- Pertimbangkan Konsultasi Profesional: Sangat disarankan untuk melibatkan pihak ketiga yang netral, seperti konselor pernikahan atau pengacara, terutama saat membahas konsekuensi atau hal-hal yang berpotensi memiliki implikasi hukum. Pengacara dapat membantu merumuskan klausul agar memiliki kekuatan hukum maksimal jika nanti terjadi perceraian.
- Saling Mendengarkan: Proses penyusunan harus menjadi momen untuk saling mendengarkan kebutuhan dan kekhawatiran masing-masing. Perjanjian yang baik adalah yang merefleksikan kesepakatan bersama yang adil (atau setidaknya disepakati) oleh kedua belah pihak.
- Tanda Tangan dengan Sadar: Pastikan kedua belah pihak menandatangani dengan sadar dan sukarela. Menggunakan meterai dapat menambah kekuatan pembuktian dokumen.
Kapan Surat Perjanjian Mungkin Bukan Solusi?¶
Ada situasi di mana membuat surat perjanjian seperti ini mungkin tidak relevan atau bahkan tidak membantu:
- Salah Satu Pihak Tidak Tulus: Jika suami (atau istri) tidak benar-benar menyesal atau tidak memiliki niat kuat untuk berubah dan memperbaiki hubungan, perjanjian ini hanya akan menjadi formalitas kosong.
- Digunakan sebagai Alat Kontrol atau Hukuman: Jika perjanjian ini dibuat untuk mempermalukan, menghukum, atau mengontrol pasangan secara berlebihan (misalnya dengan klausul yang sangat tidak masuk akal), ini justru bisa memperburuk situasi dan merusak sisa kepercayaan yang ada.
- Trauma Terlalu Dalam: Kadang, luka akibat perselingkuhan begitu dalam sehingga rekonsiliasi sulit dilakukan hanya dengan komitmen tertulis. Bantuan profesional dan waktu adalah kunci utama.
- Tidak Ada Kepercayaan Sama Sekali: Jika kepercayaan sudah hancur total dan tidak ada kemauan dari kedua belah pihak untuk mencoba membangunnya kembali, membuat perjanjian mungkin hanya menunda keputusan yang lebih sulit (misalnya, perceraian).
Pada akhirnya, surat perjanjian setelah suami selingkuh adalah sebuah alat yang bisa digunakan oleh pasangan yang berkomitmen untuk mencoba memperbaiki pernikahan mereka. Dokumen ini membantu memberikan struktur dan kejelasan pada proses yang sangat sulit dan emosional. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada ketulusan, komitmen, dan upaya nyata dari kedua belah pihak, seringkali dibarengi dengan bantuan profesional seperti konselor pernikahan. Kekuatan hukumnya terbatas, tetapi kekuatan moral dan psikologisnya bisa menjadi pegangan penting dalam perjalanan menuju pemulihan.
Pernahkah Anda mendengar tentang surat perjanjian semacam ini atau bahkan memiliki pengalaman terkait? Bagikan pemikiran atau pertanyaan Anda di kolom komentar di bawah!
Posting Komentar